Review Film Buya Hamka Vol 1


Siapa yang tidak kenal Buya Hamka? Tokoh bangsa, ulama dan juga sastrawan. Namanya juga menjadi nama kampus Muhamadiyah yaitu UHAMKA (Universitas Prof Dr Hamka). Ada beberapa buku yang menceritakan perjalanan hidup beliau. Dan di tahun ini, muncul film tentang Buya Hamka yang disutradari oleh Fajar Bustomi dan di produksi oleh Falcon Pictures, Kharisma StarVison Plus dan Majelis Ulama Indonesia.

Film ini dirilis tanggal 19 April 2023, dan di tanggal 27 April 2023, saya berkesempatan menonton film ini, di XXI Gandaria City. Malam pukul 20:45 saya berjalan kaki menuju Gancit. Tiba di Gancit pukul 21:00 dan 21:10 sampai di depan mba-mba XXI. "Mba pesan tiket film Hamka masih bisa?" Saya bertanya karena ada tulisan closed di mejanya. "Iya bisa, mau pesan berapa tiket?" tanya mba XXI. "Satu aja mba".

Saya pesan di kursi tengah. Studio saat itu tidak penuh, mungkin karena sudah malam dan itu merupakan jadwal terakhir penayangan film di hari itu. Kurang lebih ada 25 - 30 kursi yang terisi. 

Poster film buya hamka. sumber: (IG lcb)

Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau anak dari Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dan Siti Safiyah binti Gelanggar. Memiliki seorang istri yang bernama Siti Raham (biasa dipanggil ummi). Buya Hamka diperankan oleh Vino G Bastian dan istrinya diperankan oleh Laudya Cynthia Bella.  

Diawali dengan latar di Lapas Cimacan tahun 1960-an, saat itu Buya Hamka di penjara dan dijenguk oleh Istri dan anaknya. Ia menyalami dan memeluk anaknya satu persatu sambil menitipkan pesan. Istrinya Siti Raham membawakan bekal makanan gulai kepala ikan kakap. Beliau mengambilnya, mencium bau sedapnya, lalu meneteskan air mata dan flashbak ke zaman di mana beliau menjadi penggerak Muhamadiyah di Makasar.

Vino G Bastian memerankan Buya Hamka (sumber:MUI)

Hal unik yang ditampilkan di film ini saat di Lapas, ialah make up dari Vino dan Bela. Mereka berdua benar-benar ditampilkan seperti buya dan ummi saat tua. Kerutan di wajahnya terlihat pas pada Vino. Namun saya sedikit sangsi di kerutan wajah Bela, apa mungkin tukang make upnya sudah bingung bagaimana membuat kerutan yang lebih tua di wajah Bela. Walaupun sudah dikasih kerutan, tetap saja terlihat cantik. Eeeaaa.

Film ini memang beralur maju mundur, dari kisahnya di penjara lalu menjadi penggerak Muhamadiyah di Makasar, pindah ke Medan menjadi pimpinan majalah Panji Masyarakat, dituduh sekutu Jepang, kemudian balik ke kampung halaman Padang Panjang, hingga Indonesia merdeka.

Banyak kisah menarik dalam film ini yang tidak akan saya tuliskan semuanya. Salah satunya ketika ada seorang bapak yang menawarkan anaknya untuk menjadi istri kedua buya, namun buya menolak dengan alasan ada hal yang perlu diambil yaitu tasnya yang tertinggal di ruangan. Eh tapi ternyata tas nya malah ditemukan oleh Ola, perempuan yang ditawari menjadi istri keduanya.

Bella dan Vino dalam film Buya Hamka (sumber:medco)

Ola kemudian menanyakan ke Buya, kenapa menolaknya? Apa karena kurang cantik? Bukankah seorang laki-laki boleh mempunyai istri lebih dari 1 bahkan sampai 4? Lalu buya menjawab dengan lanjutan ayat tersebut, bahwa boleh memang laki-laki beristri lebih dari 1, tetapi harus adil. Dan ia takut tidak bisa adil terhadap istrinya. Ola pun senang mendengar jawaban tersebut.

Seperti halnya film Dibawah Lindungan Kabah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wich. Film ini juga menampilkan kisah romantis antara Buya dan Ummi. Dari bagaimana Buya menjaga dan menyayangi Ummi dan anak-anaknya serta Ummi yang selalu mendukung Buya saat senang dan susah.

Di film ini juga digambarkan bagaimana semangat buya Hamka untuk mengajarkan dan menegakkan tauhid. Melalui Muhamadiyah dan majalah Panji Masyarakat yang dipimpinnya, beliau menyampaikan tauhid dengan penuh hikmah. Seperti kisah Tenggelamnya Kapal Van Der Wich yang dituliskan berepisode di Panji Masyarakat, bukan hanya menampilkan kisah roman tetapi juga ada ajaran tauhid.

Foto bersama Buya Hamka (kiri), Haji Abdul Karim (Oei Tjeng Hin) tengah, Soekarno (kanan) ketika  Soekarno diasingkan di Bengkulu.

Kecintaan Buya Hamka terhadap Indonesia juga tergambar di film ini. Bagaimana kritik keras terhadap penjajah yang disampaikan di majalah yang dipimpinya, membuat ia di ancam oleh Belanda dan dibredel oleh Jepang. Sempat ia bernegosiasi dengan Jepang agar kegiatan dakwah Islam dan ajaran tauhid bisa terus disampaikan kepada masyarakat, namun banyak yang menuduhnya sebagai sekutu Jepang. Namun dengan dukungan ummi ia berusaha tetap kuat.

Hal menarik lainnya ketika setelah memberikan ceramah di masjid, para jamaah memberikan uang kepadanya sebagai tanda terima kasih. Namun buya menolak dan ia menukarkan dengan buku hasil karangannya.

Banyak pelajaran baik yang bisa diambil dari Film Buya Hamka Vol 1 ini. Pelajaran tentang keluarga, perjuangan, cinta tanah air, dan banyak hal lain. Jadi sayang sekali kalau ketinggalan film ini. Semoga yang membaca secuil review ini masih sempat menonton filmnya ya. 

Komentar