Tragedi Kanjuruhan Jangan Sampai Terulang

Tragedi sepakbola terjadi lagi. Kali ini tragedi sangat besar. Update 2 Oktober 2022 pukul 08:54 WIB dari berbagai berita meneybutkan, 127 orang meninggal dunia (termasuk dua orang polisi) dan 180 orang luka-luka. Kanjuruhan menjadi saksi tragedi sepak bola terbesar di Indonesia dan terbesar ke dua di dunia. 

Pernah terjadi di Peru pada 24 Mei 1964 tragedi sepakbola terbesar di dunia. Saat itu berlangsungn pertandingan antara Peru vs Argentina. Di menit ke 88 Argentina memimpin dengan skor 1-0. Sebelum pertandingan berakhir, Peru berhasil menjebloskan bola ke gawang Argentina, namun sayangnya gol itu dianulir oleh wasit.

Kegembiraan suporter Peru, dengan sangat vepat berubah menjadi kemarahan. Salah seorang suporter turun ke lapangan dan memukul wasit Kemudian polisi menghalau suporter tersebut dengan tendangan dan pukulan tongkat. Ribuan suporter turun ke lapangan dan kerusuhan mulai terjadi. 

Bencana tiba saat pihak kepolisian mulai menembakkan gas air mata ke kerumunan untuk membubarkan kerumunan. Suporter yang ingin keluar melalui gerbang bawah tidak bisa keluar karena gerbang terkunci. Kemudian suporter kembali masuk ke lapangan, namun polisi menembakkan kembali gas air mata lebih banyak. Suporter semakin terdesak, kemungkinan terbesar banyak supoerter tewas karena karena sesak napas dan pendarahan internal.

Apa itu Gas Air Mata?

Gas air mata seringkali ditembakkan untuk memecah kerumunan dan kerusuhan yang ada. Biasanya ditembakkan saat demo yang sudah tidak terkontrol. Gas air mata mengandung kumpulan bahan kimia seperti chloroacetopenone (CN) dan chlorobenzylidenemalononitrile (CS). Bagi yang terkena secara langsung akan menyebabkkan iritasi mata, kulit gatal dan menyengat, sesak napas, batuk, mual dan muntah.

Ketika Gas Air Mata ditembakkan di Stadion Kanjuruhan

FIFA sebenarnya telah melarang membawa gas air mata ke dalam stadion. Pasal 19 b di regulasi FIFA soal pengamanan dan kemanan stadion tertulis "Senjata api atau gas pengendali masa (air mata) tidak boleh dibawa atau digunakan.

Mengapa masih saja gas air mata ini ditembakkan di Stadion Kanjuruhan?

Mengutip dari CNN, Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afrinta mengatakan pihaknya melakukan penembakan gas tersebut karena pendukung Arema yang tidak puas terhadap hasil pertandingan dan turun ke lapangan yang aksinya membahayakan para pemain dan ofisial.

"Karena gas air mata itu, mereka pergi ke satu titik di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas kekurangan oksigen." kata Nico dikutip dari Antara.

Tidak Pas dan Tidak Belajar dari Sejarah

Saya memang tidak berada di stadion. Hanya menonton melalui streaming Vidio saat pertandingan berlangsung. Setelah wasit menitupkan peluit, saya pun langsung menutup aplikasi Vidio dan mengganti dengan Youtube. Kemenangan Persebaya menjadi kuni kebangkitan setelah tim ini kalah tiga kali bertutut-tutur dalam pertandingan sebelumnya.

Namun sayangnya para suporter Aremania tidak mampu menerimanya dengan lapang dada. Mereka turun kelapangan sebagai bentuk kekecewaan. Namun sayanganya juga pihak kepolisian menembakkan gas air mata. 

Mereka (pihak kepolisian) tidak belajar dari sejarah atu mungkin tidak belajar sejarah bahwa telah terjadi kematian yang besar saat gas air mata ditembakkan di dalam stadion. Peru menjadi tempat tragedi terbesar dan Kanjuruhan menyusul menjadi tragedi kedua terbesar.

Pihak penyelenggara (PSSI) seharusnya memiliki regulasi yang juga sesuai dengan standar FIFA. Mengapa masih ada gas air mata yang dibawa dan bahkan ditembakkan di dalam stadion? Sangat berbeda efeknya jika gas air mata ini ditembakkan di jalan besar tempat demo kebijakan pemerintah yang dirasa kurang memihak masyarakat.

Ini bukan jalan dimana orang bisa pergi dengan leluasa menghingari gas air mata. Ini stadion, dimana tempat yang diisi puluhan ribu orang dan sulit pergi menghindari tembakan gas air mata.

Sangat tidak pas. Efeknya, menyebabkan kepanikan, kondisi semakin tidak terkontrol, saling berdeskan, mata pedih, sesak napas, dan mungkin juga terjadi pendarahan internal. 

Namun, kejadian ini sudah terjadi. Dan penyesalan selalu datang terlambat. Jadikan ini pelajaran berharga untuk kita semua, suporter, pihak keamanan, pihak panita penyelenggara, dan pastinya PSSI sebagai organisasi yang menaungi olahraga sepakbola Indonesia. 

Suporter harus lebih bijak menyikapi kekalahan timnya, pihak kemanan mesti dikuatkan dan diberikan pemahaman bahwa tidak boleh ada tembakan gas air mata di stadion, pihak panitia penyelenggara bisa mengatur jadwal agar pertandingan besar tidak diselenggarakan terlalu malam dan PSSI melakukan evaluasi dan solusi terbaik agar hal ini tidak terjadi lagi.

Akhir kata, kami turut berduka cita. Semoga almarhum dan alamarhumah diterima amal ibadahnya dan diampuni segala dosanya.

------------------------

Update terbaru (Senin, 3 Oktober 2022)

Korban meninggal dunia yang tadinya 127 orang menjadi 125 orang karena ada data double. 302 orang luka ringan dan 21 orang luka berat.



Komentar